Proses Terbentuknya Perilaku Manusia anak dan remaja sekolah

Setiap individu berkembang secara tetus-menerus dari masa bayi sampai mati dan melalui seluruh perkembangan hidup yang mengalami perubahan-perubahan sehingga mengarah pada pembentukan kepribadian itu berlangsung. Hal ini diperlukan suatu proses waktu yang tidak sebentar bahkan waktu yang panjang dan berangsur-angsur. Dikatakan oleh Patty: Dalam seluruh perkembangan itu tampak bahwa tiap perkembangan muncul dalam cara-cara yang kompleks dan tiap perkembangan didahului oleh perkembangan sebelumnya, ini berarti perkembangan itu tidak saja kontinyu, tetapi perkembangan fase yang satu diikuti dan menentukaan perkembangan fase yang berikutnya.[1]
Untuk mengetahui tentang proses pembentukaan perilaku ihsan ada beberapa tahap yaitu :

a.       Latihan dan Pembiasaan
Pada tahap ini tidak hanya cukup diberikan secara teoritis saja melainkan juga diiringi dengan penerapan dalam praktek kehidupan sehari-hari baik melalui latihan maupun pembiasaan, ini akan lebih bisa diserap dalam jiwa anak. Latihan dan pembiasaan ini bertujuan untuk memberi kecakapan berbuat dan mengucapkaan sesuatu pengetahuan yang diperolehnya dan mampu memelihara tingkah laku yang baik setelah mereka dewasa. Dalam hal ini M. Athiyah Al-Abrasy mengatakan: “Siapa yang membiasakan sesuatu di waktu mudanya, waktu tua akan menjadi kebiasaannya juga.”[2]

Dalam hal ini, Zakiah Darajat memberikan pernyataan “Apabila si anak telah terbiasa dengan peraturan-peraturan akhlak dan hubungan sosial yang sesuai dengan ajaran agama sejak kecil, maka akhlak yang baik akan menjadi bagian integral dan kepribadiannya dengan sendirinya  akan mengatur tingkah laku dan sikapnya waaktu ia dewasa nanti”.[3]

b.   Keteladanan
Keteladanan merupakan metode influentif yang paling menentukan keberhasilan dalam mempersiapkan dan membentuk sikap dan perilaku moral, spiritual dan sosial anak. Oleh karena itu, masalah keteladanan menjadi faktor penting dalm hal baik-buruknya perilaku anak.[4]

Pada dasarnya keinginan untuk mencontoh merupakan pembawaan atau sifat asli manusia ketika seseorang masih berusia anak-anak, sebab secara psikologis anak-anak adalah masa yang membuthkan figur atau telasdan. Bimbingan keagamaan yang diberikan dengan memberikan contoh atau keteladanan orang tua adalah salah satu bimbingan  yang paling membekas pada diri anak. Dengan keteladanan ini timbullah gejala identifikasi positif yaitu penyamaan diri dengan orang yang ditiru.[5]
c.    Adanya Nasehat
Merupakan sajian tentang kebenaran dan kebajikan dengan maksud mengajak orang yang dinasehati untuk menjauhkan diri dari bahaya dan membimbing  ke jalan yang benar daan berfaedah baginya.[6]

5.      Pembentukan Kerohanian yang Luhur

Yaitu pembentukan atau menanamkan nilai-nilai agama yang terdiri atas :

a.         Iman kepada Allah
b.         Iman kepada Malaikat-malaikat-Nya
c.         Iman kepada Kitab-kitab-Nya
d.        Iman kepada Rosul-rosul-Nya
e.         Iman kepada Hari kiamat
f.          Iman kepada Qodho dan Qodar.[7]

Dalam proses pembentukan perilaku ada beberapa unsur-unsur yang diperhatikan yaitu :

a.    Ciri-ciri watak yang berhubungan dengan cirri umum yang tidak berubah yaitu ciri-ciri yang membedakan respon seseorang tanpa memperhatikan rangsangan yang menyebabkan kecepatan bereaksi terhadap sesuatu hal.
b.    Kemampuan dan kesanggupan mental yaitu menentukan kemampuan untuk melakukan pekerjaan tertentu yang tercermin dalam kecerdasan dan kemampuan hitung serta ketrampilannya.[8]

Pembentukan perilaku yang sempurna dan terpadu akan terpadu jika daalam prosesnya tanpa mengabaikan sedikitpun dari tiga tahap pembentukan yang harus berjalan lancar dan bersamaan dengan aspek-aspek serta unsur-unsur penunjang  yang mempengaruhi pembentukan perilaku. Semua itu dibutuhkan proses kerja secara serasi dan seimbang.

c.    Kebiasaan berperilaku baik. Sudah diketahui bersama bahwa manusia dalam hidupnya itu akan mengadakan hubungan dengan orang lain. Dengan adanya hubungan ini ia harus berusaha menyesuaikan dengan lingkungan yang dihadapinya. Dalam perilaku baik itu manusia itu harus sifat yang dihadapinya. Dan pada hakikatnya manusia itu telah diberi kesadaran untuk memilih yang baik dan buruk dari Sang Pencipta, seperti firman Allah Al Qur’an :
وهدينه النّجدين .....

Artinya : “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan”. (Q.S. Al-Balad : 10).[9]

Perilaku baik dan buruk merupakan suatu yang mendasar dalam diri manusia. Karena manusia mempunyai kebebasan untuk memilih yaitu kehendak bebas dan bertanggung jawab yang menempati antara dua kutub yang berlawanan.[10]

Dengan andanya kehendak bebas itu, maka manusia perlu mengarahkan untuk memilih atau menentukan kehendaknya agar manusia tidak terperosok dalam lempung busuk. Untuk itu, diperlukan suatu   pendidikan yang akan mendidik manusia untuk berperilaku ihsan atau baik. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia itu tidak dapat hidup sendiri. Oleh karena itu, manusia dalam hidupnya harus menggunakan bahasa yang benar, menghormati sesama, tolong menolong, menepati janji dan lain-lain.[11] Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :

وتعاونوا على البرّ والتّقوى صلى ولا تعونوا على الاثم والعدوان صلى واتّقوالله انّ الله شد يد العقاب.

Artinya : “Hendaknya kamu tolong menolong atas perbuatan kebaikan dan taqwa. Dan janganlah kamu tolong menolong atas dosa dan dirinya dan bertaqwalah kepada Allah”. (QS. Al-Maidah : 2)[12]

Oleh karena itu manusia diwajibkan untuk berbuat baik dan bila hal itu menjadi kebiasaan dalam hidupnya sehingga akan melekat pada jiwanya dan akhirnya akan menjadi akhlak. Selanjutnya dengan adanya kebiasaan-kebiasaan yang baik tersebut akan membentuk perilaku ihsan seseorang.


[1]Patty, et.al, Pengantar Psikologi Umum, Usaha Nasional, Surabaya, 1982,  hlm. 130.
[2]M. Athiyyah Al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, hlm.  109.
[3]Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental,  PT. Gunung Agung, Jakarta,  1982, hlm. 130.
[4]Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm. 66.
[5]Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,  PT. Al-Ma’ruf Jakarta, 1974, hlm. 85.
[6]Abdurrohman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Bandung, 1992: hlm 404.
[7]Ibid, hlm. 81-86.
[8]Musthofa Fahmi, Penyesuaian Diri, Bulan Bintang, Jakarta, 1983, hlm. 52.
[9]Al-Qur'an, Surat Al-Balad Ayat 10, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Depag. RI, Jakarta, 1987, hlm. 1061.
[10]Ali Syariati, Tentang Sosiologi Islam, Alih Bahasa Syaifullah Muhyidin, Ananda, Yogyakarta, 1992, hlm. 114.
[11]Ibid, hlm. 115.
[12]Al-Qur'an, Surat Al-Maidah Ayat 2, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Depag. RI, Jakarta, 1987, hlm. 157.