Pengertian Cara Belajar Siswa Aktif (Metode pembelajaran CBSA)



Istilah CBSA semakna dengan Student Active Learning.[1] Yaitu suatu cara belajar mengajar yang memberi peran lebih banyak kepada anak didik untuk aktif dalam proses belajar mengajar sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Atau CBSA adalah salah satu sistem pengajaran yang lebih melibatkan siswa untuk bertindak lebih aktif.[2]
CBSA adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menitik beratkan pada keaktifan siswa, yang merupakan inti dari kegiatan belajar mengajar.[3]
Disini pengertian CBSA kita pahami dalam kegiatan belajar mengajar, sedangkan pemahaman terhadap mengajar tersebut ditentukan oleh persepsi guru terhadap belajar. Yaitu jika belajar dianggap sebagai usaha untuk memperoleh informasi, maka mengajar adalah memberi informasi. Contoh belajar mengajar tersebut dalam pemahaman CBSA kurang mendapat tempat bagi CBSA. Sebab belajar dalam pengertian CBSA adalah kegiatan peserta didik untuk mampu mengolah informasi, maka pengertian mengajar adalah usaha untuk mengoptimalkan kegiatan belajar.
Dibawah ini ada beberapa pengertian tentang CBSA diantaranya :
Drs. A. Misbah Partika memberikan batasan CBSA sebagai berikut :
"CBSA adalah proses belajar mengajar yang menggunakan berbagai metode yang menitikberatkan kepada keaktifan dan melibatkan berbagai potensi siswa baik yang bersifat fisik, mental, emosional maupun intelektual untuk mencapai tujuan pendidikan yang berhubungan dengan wawasan kognitif, afektif dan psikomotorik secara optimal".[4]
Sedangkan Dr. Nana Sudjana memberi pengertian tentang CBSA sebagai berikut :
"CBSA adalah salah satu cara belajar mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi subyek didik seoptimal mungkin sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efesien".[5]

Dari beberapa batasan istilah tersebut diatas, pada hakekatnya tidak ada perbedaan yang menyolok. Sehingga dapat diambil satu pengertian bahwa CBSA adalah suatu strategi belajar mengajar yang lebih banyak menuntut keaktifan siswa secara optimal, yaitu keaktifan yang melibatkan siswa secara maksimal baik fisik, mental, intelektual dan emosional, untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah dirumuskan, baik dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Kalau kita berbicara tentang CBSA, pada dasarnya CBSA bukanlah merupakan disiplin ilmu atau suatu teori, melainkan merupakan cara, tehnik atau dengan kata lain "tehnologi". Dan CBSA ini bukanlah disiplin ilmu yang berdiri sendiri, tetapi strategi yang menutup konskuensi logis dari hakikat belajar dan hakikat mengajar yang sebenarnya. Untuk itu, didalam proses belajar mengajar, seorang guru dituntut untuk pandai mengatur strategi, agar tujuan pengajaran yang diharapkan bisa tercapai.
CBSA bukanlah merupakan sesuatu yang baru, akan tetapi sudah ada sejak zaman dahulu. Jauh sebelumnya, konsep Islam telah mengajarkan tentang keaktifan dan memperhatikan individu yang belajar. Sejak diturunkannya Al Qur'an sebagai pedoman dan falsalah hidup manusia, Al Qur'an telah menekankan agar manusia mempergunakan akalnya untuk memikirkan ciptaan alam semesta, termasuk dirinya sendiri. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam surah Al Baqarah ayat 164 :
ان فىخلق السموت والارض واختلاف اليل والنهار والفلك التى تجرى فىالبحر بما ينفع الناس وما انزل الله من السماء من ماء فاحي به الارض بعد موتها وبث فيها من كل دابةصلى وتصريف الرياح والسحاب المسخر بين السماء والارض لايت لقوم يعقلون (البقرة : 164)
Artinya : "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sesungguhnya (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran) bagi kaum yang memikirkan". (QS. Al Baqarah : 164).[6]

Pada ayat lain disebutkan pula yaitu berupa amanat kepada manusia untuk memberi peringatan, yakni di dalam surat Al Ghosyiyah ayat 17 – 21 :
افلا ينظرون الى الابل كيف خلقت. وإلىالسماء كيف رفعت. وإلىالجبال كيف نصبت. وإلىالارض كيف سطحت. فذكرقلى انما انت مذكر.(الغاشية: 17-21)
Artinya : "Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana dia diciptakan. Dan langit bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan. Dan bumi bagimana ia dihamparkan. Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan".    (QS. Al Ghassyiyah : 17-21).

Dalam surat Adz Dzariyat ayat 20-21 juga disebutkan :
وفىالارض ايات للموقنين . وفى انفسكم افلا تبصرون (الذريات : 20-21)
Artinya : "Dan di bumi terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang yakin. Dan juga pada dirimu sendiri, apakah kamu tidak memperhatikan". (Adz Dzariyat : 20-21).[7]

Berdasarkan ayat-ayat diatas, sudah jelas terlihat bahwa manusia diberi kesempatan yang sangat besar untuk memikirkan alam sekitarnya. Dan dengan modal mata, telinga dan hati, manusia dituntut untuk merenungkan dan memperhatikan apa yang ada di sekelilingnya.
Muhammad Fadlil al Jamali menyatakan, bahwa pendidikan yang dapat disarikan dari Al Qur'an berorientasi pada :
One.                                 Mengenalkan individu akan perannya diantara sesama makhluk dengan tangggung jawabnya didalam hidup ini.
Two.                                Mengenalkan individu akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam tata hidup bermasyarakat.
Three.                            Mengenalkan individu akan pencipta alam ini dan memerintahkan beribadah kepada-Nya.[8]
Dari sinilah tampak bahwa pada hakekatnya dalam diri manusia terdapat     suatu potensi yang sangat besar berupa kreatifitas dan keaktifan
sehingga tidak menerima begitu saja dengan lingkungannya, akan tetapi dilandasi dengan pikiran dan renungan yang dalam.
Dengan demikian, pendidikan pada dasarnya merupakan proses pencurahan segala kemampuan anak didik, baik fisik, mental, intelektual dan emosionalnya. Sebagaimana dikatakan seorang tokoh pendidikan yang sangat memperhatikan peran serta anak dalam pendidikan, mencanangkan bahwa anak didik merupakan subyek utama dalam rangka pendidikan, dan anak bukanlah manusia dewasa kecil.[9]
Kurikulum 1975 pada dasarnya telah mengandung Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), baik dalam Garis-garis Besar program pengajarannya maupun dalam pedoman pelaksanaannya.[10] Namun pesan ini belum dapat diindahkan oleh para guru, karena para guru sendiri belum mendapatkan teori-teori bagaimana ia harus mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. Baru pada tahun 1984, CBSA digalakkan di sekolah-sekolah. Sebab pada tahun tersebut telah banyak buku-buku pedoman tentang bagaimana cara mengajar dengan menggunakan/menerapkan CBSA.


[1] Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, 1989, hlm. 20.
[2] Depdikbud RI, Kurikulum SMA Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, Jakarta, 1990, hlm. 14.
[3] Oemar Hamalik, Kurikulum & Pembelajaran, Bumi Aksara, Cet. II, Bandung, 1994, hlm. 137.
[4] Misbah Partika, Apa dan Bagaimana CBSA, Intan Pariwara, Klaten, 1987, hlm. 4.
[5] Nana Sudjana, Op. Cit., hlm. 21.
[6] Al Qur'an, Surat Al Baqarah ayat 164, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al Qur'an, Al Qur'an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, 1993, hlm. 40.
[7] Ibid, hlm. 1055.
[8] Muh Fadlil al Jamali dikutip oleh Drs. Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam sebuah Telaah Komponen DasarKurikulum, CV. Romadloni, Solo, 1991, hlm. 51.
[9] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT. Rosda Karya, Bandung, 1992,    hlm. 17.
[10] Conny Semiawan, et.al., Pendekatan Ketrampilan Proses Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar, PT. Gramedia, Jakarta, 1990, hlm. 10.